Lo pasti sering liat iklan produk Timur Tengah belakangan ini. Mulai dari kurma, parfum, sampai hijab. Rasanya halus aja masuknya. Nggak agresif kayak iklan-iklan biasa. Tiba-tiba udah diinget aja sama kita. Pernah nggak sih penasaran, gimana cara mereka yang dari jauh sana bisa paham banget selera orang sini?

Rahasianya sederhana banget sebenernya. Sementara marketer lokal sibuk bikin konten yang keras dan ngejar viralitas 3 hari, agen iklan Persia ini mainnya beda. Mereka mainin cultural code yang dalem banget. Mereka itu kayak tamu yang sopan, nggak langsung paksa masuk, tapi cerita dulu yang menarik.

Mereka Jual “Cerita & Rasa”, Bukan Cuma Produk

Lihat aja iklan kurma premium mereka. Nggak ada yang jual “kurma import grade A”. Nggak. Yang mereka jual adalah romantisme “nikmatnya kebersamaan keluarga saat buka puasa”. Atau nostalgia “rasa manis yang menghubungkan kita dengan tanah suci”. Itu banget Indonesia. Kita ini bangsa yang ngerjain hubungan sosial dan nostalgia.

Atau iklan parfum mereka. Bukan soal “wangi tahan 24 jam”. Tapi soal “wangi yang bikin kamu dikenang”. Soal “kesan pertama yang mendalam”. Mereka paham, orang Indonesia sangat peduli dengan pendapat orang lain dan ingin memberikan kesan yang baik. Mereka jual confidence dan respect, bukan sekedar wewangian.

Contoh nyata nih:

  1. Brand Parfum “Al-Misk”: Daripada pamer aroma notes, mereka bikin series video pendek tentang seorang anak muda yang pulang kampung. Adegan dia salaman dengan orang tua, tatapan hangat dengan tetangga. Parfum itu cuma muncul sekilas, sebagai bagian dari persiapan sang anak. Pesannya: wangi itu menyertai momen-momen penuh hormat. Engagement-nya gila, karena ceritanya relate.
  2. Brand Hijab “Sharra”: Mereka nggak sok-sokan jadi yang paling fashionable. Mereka angkat cerita tentang perempuan Indonesia yang menjalani peran ganda: ibu, istri, sekaligus wanita karir. Kontennya tentang perjuangan kecil yang sehari-hari. Hijabnya ditampilkan sebagai bagian dari identitas yang anggun dan kuat, bukan sekadar fashion item. Hasilnya, komunitasnya solid banget dan punya tingkat loyalitas tinggi. Data dari salah satu e-commerce menunjukkan brand hijab Timur Tengah mengalami kenaikan penjualan rata-rata 70% dalam setahun terakhir, jauh di atas rata-rata brand lokal.
  3. Brand Kurma “Nabati”: Iklannya cuma gambar sederhana: tangan seorang nenek yang lagi menyajikan kurma untuk cucu-cucunya di atas taplak meja batik. Captionnya pendek, tentang arti berbagi berkah. Sederhana. Tapi powerful banget. Langsung keinget sama momen buka puasa sama keluarga besar.

Tapi Jangan Salah, Bukan Berarti Iklannya Harus Melow Terus

Banyak yang salah tangkap. Lalu ikut-ikutan bikin iklan sedih. Itu bukan poinnya.

  • Kesalahan 1: Menyamakan “Lembut” dengan “Lambat”. Strategi mereka lembut, tapi eksekusinya disiplin banget. Kontennya konsisten tiap hari. Nggak cuma pas mau ramadan aja.
  • Kesalahan 2: Mengabaikan Kualitas Produk. Cerita bagus tapi produk jelek, ya percuma. Mereka jago banget maintain kualitas. Jadi cerita indahnya nggak bohong.
  • Kesalahan 3: Sok Tahu Budaya. Mereka melakukan riset kecil-kecilan yang mendalam. Bukan cuma lihat data trending topic. Tanya langsung ke komunitas, observasi perilaku.

Gimana Lo Bisa Tiru “Strategic Patience” Mereka?

Lo pemilik UMKM, modal terbatas. Nggak perlu takut. Lo bisa adopsi strategi mereka tanpa harus jadi orang Persia.

  1. Gali Cerita Dibalik Produk Lo: Lo jual baju batik? Jangan jual motifnya. Tanya ke penenunnya, apa harapannya. Lo jual kopi? Ceritain tentang petani yang merawat pohonnya. Orang beli ceritanya dulu, baru produknya.
  2. Bangun Komunitas, Bukan Cuma Audience: Jangan cuma jual. Ajak ngobrol. Buat wadah bagi pelanggan untuk berbagi pengalaman mereka pake produk lo. Jadikan mereka keluarga.
  3. Utamakan Nilai, Bukan Harga: Kalau nilai dan ceritanya sudah melekat, orang nggak akan bandingkan harga lo dengan competitor. Karena yang mereka beli adalah perasaan dan pengalaman, bukan barang.
  4. Sabar. Nggak bisa instan. Agen iklan Persia ini mainnya jangka panjang. Mereka bangun kepercayaan pelan-pelan. Lo juga harus begitu.

Jadi, rahasia mereka sebenarnya sederhana: mereka datang sebagai pencerita, bukan penjual. Mereka ingatkan kita pada nilai-nilai ketuhanan, keluarga, dan sopan santun yang justru kita sendiri sering lupakan. Dalam hiruk-pikuk digital marketing yang keras, kelembutan mereka justru jadi senjata paling ampuh. Agen iklan Persia ini membuktikan bahwa untuk ‘membobol’ pasar Indonesia, kuncinya bukan dengan teriak lebih kencang, tapi dengan bicara lebih dekat ke hati.